Selasa, 23 April 2013

biografi R.A kartini


Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ia anak salah seorang bangsawan yang masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ia tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya. Ia dipingit sambil menunggu waktu untuk dinikahkan. Kartini kecil sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin menentang tapi tak berani karena takut dianggap anak durhaka. Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya di taman rumah dengan ditemani Simbok (pembantunya).

Akhirnya membaca menjadi kegemarannya, tiada hari tanpa membaca. Semua buku, termasuk surat kabar dibacanya. Kalau ada kesulitan dalam memahami buku-buku dan surat kabar yang dibacanya, ia selalu menanyakan kepada Bapaknya. Melalui buku inilah, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita Eropa (Belanda, yang waktu itu masih menjajah Indonesia). Timbul keinginannya untuk memajukan wanita Indonesia. Wanita tidak hanya didapur tetapi juga harus mempunyai ilmu. Ia memulai dengan mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Ditengah kesibukannya ia tidak berhenti membaca dan juga menulis surat dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Tak berapa lama ia menulis surat pada Mr.J.H Abendanon. Ia memohon diberikan beasiswa untuk belajar di negeri Belanda.

Beasiswa yang didapatkannya tidak sempat dimanfaatkan Kartini karena ia dinikahkan oleh orangtuanya dengan Raden Adipati Joyodiningrat. Setelah menikah ia ikut suaminya ke daerah Rembang. Suaminya mengerti dan ikut mendukung Kartini untuk mendirikan sekolah wanita. Berkat kegigihannya Kartini berhasil mendirikan Sekolah Wanita di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini”. Ketenarannya tidak membuat Kartini menjadi sombong, ia tetap santun, menghormati keluarga dan siapa saja, tidak membedakan antara yang miskin dan kaya.

Pada tanggal 17 september 1904, Kartini meninggal dunia dalam usianya yang ke-25, setelah ia melahirkan putra pertamanya. Setelah Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon memngumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Saat ini mudah-mudahan di Indonesia akan terlahir kembali Kartini-kartini lain yang mau berjuang demi kepentingan orang banyak. Di era Kartini, akhir abad 19 sampai awal abad 20, wanita-wanita negeri ini belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria bahkan belum diijinkan menentukan
jodoh/suami sendiri, dan lain sebagainya.

Kartini yang merasa tidak bebas menentukan pilihan bahkan merasa tidak mempunyai pilihan sama sekali karena dilahirkan sebagai seorang wanita, juga selalu diperlakukan beda dengan saudara maupun teman-temannya yang pria, serta perasaan iri dengan kebebasan wanita-wanita Belanda, akhirnya menumbuhkan keinginan dan tekad di hatinya untuk mengubah kebiasan kurang baik itu. Belakangan ini, penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar agak diperdebatkan. Dengan berbagai argumentasi, masing-masing pihak memberikan pendapat masing-masing. Masyarakat yang tidak begitu menyetujui, ada yang hanya tidak merayakan Hari Kartini namun merayakannya sekaligus dengan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember.

Alasan mereka adalah agar tidak pilih kasih dengan pahlawan-pahlawan wanita Indonesia lainnya. Namun yang lebih ekstrim mengatakan, masih ada pahlawan wanita lain yang lebih hebat daripada RA Kartini. Menurut mereka, wilayah perjuangan Kartini itu hanyalah di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak pernah memanggul senjata melawan penjajah. Dan berbagai alasan lainnya. Sedangkan mereka yang pro malah mengatakan Kartini tidak hanya seorang tokoh emansipasi wanita yang mengangkat derajat kaum wanita Indonesia saja melainkan adalah tokoh nasional artinya, dengan ide dan gagasan pembaruannya tersebut dia telah berjuang untuk kepentingan bangsanya. Cara pikirnya sudah dalam skop nasional. Sekalipun Sumpah Pemuda belum dicetuskan waktu itu, tapi pikiran-pikirannya tidak terbatas pada daerah kelahiranya atau tanah Jawa saja. Kartini sudah mencapai kedewasaan berpikir nasional sehingga nasionalismenya sudah seperti yang dicetuskan oleh Sumpah Pemuda 1928.

Terlepas dari pro kontra tersebut, dalam sejarah bangsa ini kita banyak mengenal nama-nama pahlawan wanita kita seperti Cut Nya’ Dhien, Cut Mutiah, Nyi. Ageng Serang, Dewi Sartika, Nyi Ahmad Dahlan, Ny. Walandouw Maramis, Christina Martha Tiahohu, dan lainnya. Mereka berjuang di daerah, pada waktu, dan dengan cara yang berbeda. Ada yang berjuang di Aceh, Jawa, Maluku, Menado dan lainnya. Ada yang berjuang pada zaman penjajahan Belanda, pada zaman penjajahan Jepang, atau setelah kemerdekaan. Ada yang berjuang dengan mengangkat senjata, ada yang melalui pendidikan, ada yang melalui organisasi maupun cara lainnya. Mereka semua adalah pejuang-pejuang bangsa, pahlawan-pahlawan bangsa yang patut kita hormati dan teladani.

Raden Ajeng Kartini sendiri adalah pahlawan yang mengambil tempat tersendiri di hati kita dengan segala cita-cita, tekad, dan perbuatannya. Ide-ide besarnya telah mampu menggerakkan dan mengilhami perjuangan kaumnya dari kebodohan yang tidak disadari pada masa lalu. Dengan keberanian dan pengorbanan yang tulus, dia mampu menggugah kaumnya dari belenggu diskriminasi. Bagi wanita sendiri, dengan upaya awalnya itu kini kaum wanita di negeri ini telah menikmati apa yang disebut persamaan hak tersebut. Perjuangan memang belum berakhir, di era globalisasi ini masih banyak dirasakan penindasan dan perlakuan tidak adil terhadap perempuan.

jadwal pergarus

jadwal pergarus


pergarus adalah singkatan dari pergantian pengurus kelas 6 (XII) ke kelas 5 (XI). pergarus ini dilaksanakan sekali dalam setahun. biasanya dilaksanakan setelah semester 1 selesai.
di tahun 2013 ni kepengurusan masa bhakti 2011-2012 akan mengadakan pergarus. agar berjalan sesuai dengan rencana, pergarus ini melibatkan kelas 4 untuk jadi panitia pergarus. panitia ini memiliki ketua, bendahara, sekertaris dan bagian-bagian layaknya organisasi lainnya. 
Antara belajar dan organisasi. mengingat waktu yang semakin dekat, walaupun sedang mnghadapi ujian semester pertama, selama ada waktu luang kelas 5 maupun kelas 4 tetap bermusyawarah tentang persiapan pergarus ini.
ustadzah pun tak kalah iku serta dalam acaara pergarus ini, pengarahan demi pengarahan deiberikan kepada kelas 5 (calon pengurus baru) khususnya untuk 10 kandidat calon ISPI. dan juga kepada kelas 4 (panitia pergarus).
pelaksanaan dan persiapan pergarus ini awalnya sempat diperbincangkan, sebab waktunya yang berbenturan oleh liburan semester 1. karna sebelumnya liburan semester satu tidak pernah ada sejak generasi pertama hingga generasi 16. akhirnya pada tanggal 25 desember 2012 ustadzah Nurnazmi dan ustadzah Nita mengumpulkan kelas 4 (panitia pergarus) di gedung serba guna, pengarahan-demi pengarahan diberikan dan jadwal pergarus pun di umumkan.
3-6 januari 2013 : persiapan pergarus
7 januari 2013 : LPJ (laporan pertanggung jawaban)
8 januari 2013 : LPJ ketua ISPI
9 januari 2013 : sekolah biasa
10 januari 2013 : dialog interaktif
11 januari 2013 : kampanye
12 januari 2013 : pemilu
13 januari 2013 : perpindahan kamar
24 januari 2013 : pelantikan ISPI
jadwal ini bisa berubah sesuai dari ketetapan MPO (majelis pembimbing organisasi)
diadakannya jadwal ini, diharapkan agar acara berjalan sesuai dengan jadwal dan rencana.
semoga pergarus tahun ini dan seterusnya berjalan dengan lancar dan sesuai dengan jadwal.
AMIN.

majalah missi

MISSI (media apresiasi karya santri)
di pondok ummul quro al-islami ada sebuah majalah yang isinya ada macam-macam rubrik diantaranya rubrik liputan umum, liputan khusus, hikmah, cerpen, puisi, profil yang isinya orang-orang pondok yang telah mencapai berbagai macam prestasi, tokoh pahlawan atau sesosok orang yang bisa dijadikan motivasi, rekomendasi buku, jendela dunia, konsultasi hukum, konsultasi kesehatan, let's ask yang berisi tentang perertanyaan santri yang masih bersangkuutan dengan tema pada saat itu, curhat santri, komik, dan lain-lain, yang di di ketik, di design oleh santri/santriwati. bahkan untuk soal mewawancari ustadz atau untuk mengisi rubrik profil, konsultasi, curhat dan let's ask pun santri yang melakukannya.
adanya majalah missi ini agar para santri bisa mengetahui berita didalam maupun diluar pondok, serta untuk mengembangkan bakat santri dalam dunia sastra dan jurnalistik
untuk menjadi anggota missi ini cukup sulit. butuh kerja keras.
aku sebagai orang yang pernah ikut perekrutan missi. benar-benar pernah merasakkan keteteran mencari sumber untuk liputan dan artikel. dan merasa terpojokkan ketika ujian terakhir yaitu interview. segala macam ditanyakan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan kita tentang berita-berita saat itu dan sejauh mana pengetahuan kita tentang dunia jurnalistik.
ada 3 kali uji perekrutan
1. ujian tulis. tentang pengetahuan umum dan kerjunalistikkan
2. membuat majalah yang minimal berisi 4 rubrik.
3. interview
menurutku yang tersulit adalah ketika membuat majalah sendiri, mengapa? karna pada saat itu deadline pengumpulannya bentrok dengan bermacam-macam kegiatan yang aku ikuti.
saat itu aku dipilih untuk mengikuti lomba cerdas cermat bersama 2 kakak kelasku (kak nanda dan kak sulis) dalam rangka education festival di pesantren modern al-kahfi sukabumi pada tanggal 14 (hari kamis) hari minggu setelah itu aku pun dipilih untuk mengikuti lomba LCT (lomba cerdas tetap) dalam ke pramukaan di pesantren modern darussalam.
namun dengan niat sungguh-sungguh. aku membuka catatan-catatanku yang isinya berita pondok yang ku tulis seperti berita di missi, puisi, serta cerpen. tanpa dihiasi apapun. hanya modal tulisanku saja di atas kertas maxi book. hari jum'at aku kumpulkan majalahku.
ketika intrview. aku di sindir tentang majalah buatanku
"menurut kamu liputan itu yang sudah terjadi apa yang belum terjadi?"
ujar salah seorang penguji.
"niha'i itu kan belum terjadi pada bulan ini. itu akan dilaksanakan pada bulan yang selanjutnya"
dan jawabanku pun salah.
"liputan itu yang belum terjadi kak"
 karna jawabanku, akupun menjadi seperti bulan-bulanan yang menderita di lemparkan pertanyaan-pertanyaan yang membuatku terkecoh.namun seru.
ketika beberapa minggu kemudian.pengumuman hasil perekrutan dipampang di belakang masjid.
dan namaku tercantum di kertas itu sungguh saat aku melihatnya hatiku mengembang. bangga sekaligus bahagia.
tentang 2 lomba yang aku ikuti. aku gugur dalampenyisihan pertama di lomba education festival. dan unttuk pramuka aku mendapatkan juara 2.
alhamdulillah. :) dan ini dia fotonya.
 

pimpinan pesantren

 

KH. Helmy Abdul Mubin, Lc



Pimpinan sekaligus pendiri Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami adalah KH. Helmy Abdul Mubin, Lc. Beliau tidak tahu secara pasti tanggal kelahirannya. Hal ini terjadi karena orang tua beliau tidak biasa menulis tanggal lahir anaknya. Demikian menurut penuturan beliau ketika diwawancarai penulis. Namun demikian secara administratif di kartu tanda penduduk juga ijazah, putra Madura ini menggunakan tanggal lahir 23 Maret 1956. Anak pertama dari empat bersaudara pasangan almarhum Abdul Mubin dan Musyaroh ini menghabiskan masa kecilnya di Prenduan Madura. Setelah lulus SD Pragaan di Sumenep, beliau pun melanjutkan pendidikannya ke Pondok Modern Gontor di Ponorogo, Jawa Timur.

Masa belajar di Gontor merupakan kenangan indah sekaligus menyedihkan. Sebagai anak yang baru lulus Sekolah Dasar, Helmy kecil berangkat ke Ponorogo tanpa diantar orang tua. “Saya berangkat ke Gontor sendiri”, kata lulusan Gontor tahun 1973 tersebut. Sang Ayah hanya memberi uang secukupnya dan menyertakan doa agar dia sampai dengan selamat di Gontor. Anak yang sudah ditinggal wafat oleh ibu tersebut harus menyeberang selat Madura sendiri tanpa ditemani sanak saudara. Sebuah awal perjuangan yang sangat berat. Selama enam tahun belajar di Gontor, ayahnya tidak pernah sekali pun datang menjenguk. Meski merasa sedih namun keadaan ini dimaknainya sebagai ujian. Baginya sudah diizinkan sekolah ke Gontor saja sudah merupakan sebuah hadiah yang teramat indah. Dia tidak mau mengharap sesuatu yang bisa memberatkan orang tua. Ayahnya tidak mungkin menelantarkan. Beliau tidak datang menjenguk ke Gontor tentu dengan alasan yang sangat kuat.

Meskipun tidak pernah dijenguk orang tua, Helmy muda tidak terpuruk. Dia masih mampu berpresatsi di Gontor. Ini terbukti dengan surat penunjukan pesantren kepadanya untuk mengabdi di Gontor setelah menamatkan Aliyah. Satu tahun penuh Helmy muda mengabdikan diri di almamaternya. Ternyata menjadi ustadz lebih berat dari pada menjadi santri. Meski tidak diberi uang honor mengajar, beliau tetap melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab. “Selama menjadi guru di Gontor saya hanya diberi uang bulanan untuk cukur”. Kalimat ini sering beliau sampaikan untuk memotivasi guru-guru agar tidak menjadikan pengabdian di pesantren sebagai ajang mencari uang.

Setahun menjadi ustadz di Gontor, remaja yang ditinggal bersama ayah dan ibu tiri ini memilih pulang kampung. Selama di Sumenep, Helmy muda mengajar di Al-Amien, pesantren modern di Madura yang dipimpin oleh alumni Gontor. Terhitung hanya tiga bulan dia mengabdi di Al-Amin untuk kemudian hijrah ke Jakarta.

Di ibu kota Negara, alumni Gontor itu mengajar di pesantren Darurrahman. Darurrahman menjadi kawah candra dimuka kedua baginya setelah Gontor. Jika di Gontor dia belajar menjadi santri, di Darurrahman dia belajar menjadi ustadz. Keadaan beliau saat itu masih sulit, “Pagi hari saya mengajar di Darurrahman, malam saya mencari tambahan menjadi kernet angkot”. Tutur beliau mengenang masa-masa awal di Jakarta.

Meski demikian ustadz Helmy selalu berusaha untuk berbuat yang terbaik bagi pesantren. Beliau tidak pernah perhitungan dalam bekerja. Kinerja Ust. Helmy yang dikenal baik oleh kalangan santri dan guru menjadi salah satu alasan pimpinan Pesantren Darurrahman untuk mengangkatnya menjadi koordinator di pesantren cabang Darurrahman.

Ustadz Helmy yang mendapat gelar Lc dari universitas Madinah setelah menempuh masa pendidikan empat tahun, pindah ke Bogor. Beliau memulai tugas sebagai koordinator pesantren Darurrahman II yang terletak di desa Sibanteng kabupaten Bogor. Di Bogor inilah Ust. Helmy yang sudah memiliki dua orang putri dari pernikahannya dengan Fatmah Noor belajar mengelola pesantren. Meski hanya seorang koordinator yang masih bertanggung jawab langsung kepada pimpinan pesantren, Ust. Helmy tidak setengah hati dalam membangun Darurrahman II. Pengorbanan beliau terbayar dengan semakin banyaknya santri yang mondok di pesantren tersebut. Pada tahun 1992, tercatat lebih dari seribu santri belajar di Darurrahman II.

“Dimanapun kita tinggal, harus memberikan kesan yang baik bagi orang lain. Selama Darurrahman Jambu saya berusaha untuk berhubungan baik dengan masyarakat. Silahkan Tanya kepada orang Jambu tentang saya! Alhamdulillah sampai sekarang banyak masyarakat Jambu yang bersilaturahmi ke rumah”. Pernyataan Ust. Helmy ini menguatkan fakta bahwa selama di Darurrahman beliau berusaha untuk berbuat yang terbaik. Sehingga bukan hanya pesantren, santri dan guru-gurunya yang diperhatikan, masyarakat sekitar juga menjadi objek perhatian beliau.

Seiring dengan waktu, Ust. Helmy memutuskan untuk keluar dari Darurrahman. Beliau ingin mewujudkan cita-cita memiliki pesantren sendiri. Harapan tersebut menjadi nyata ketika pada tanggal 1 Muharrom 1414 H beliau melaksanakan tasyakuran peletakan batu pertama pesantren yang diberi nama Ummul Quro Al-Islami.

ummul quro al-islami

SEJARAH SINGKAT PESANTREN
Nama Ummul-Quro diambil dari julukan kota Mekkah di Saudi Arabia. Maksud pendiri mengambil nama ini adalah untuk tabarrukan (mengambil keberkahan) dari kota suci Mekkah yang selalu dibanjiri oleh kaum Muslimin dari segala penjuru dunia.
Yang dimaksud dengan tabarrukan (mengambil keberkahan) oleh pendiri pesantren disini adalah agar pesantren ini juga selalu dibanjiri oleh kaum muslimin yang datang dari berbagai penjuru daerah di seluruh tanah air, bahkan tidak menutup kemungkinan juga datang dari luar Indonesia untuk menuntut ilmu di pesantren ini. Kata “Al-Islami” setelah Ummul-Quro digunakan untuk memberikan ciri khas dan penegasan sebagai lembaga pendidikan Islam.
Pesantren Modern Ummul-Quro Al-Islami memulai tonggak sejarahnya pada tanggal 21 Juli 1993 atau bertepatan dengan 1 Muharram 1413 H dengan ditandai oleh peletakan batu pertama pondasi masjid pesantren yang dilakukan oleh Ro’is NU cabang Bogor KH. Muhtar Royani (pimpinan Pesantren Riyadul Aliyah Cisempur, Caringin Bogor), dan yang dihadiri juga oleh para pegawai MUSPIKA (Bapak Camat, DANRANMIL, Kapolsek) serta sebagian ulama sekitar dan beberapa ulama Jawa Timur.
Secara resmi pesantren ini mulai beroperasi pada tanggal 10 Juli 1994, dengan pimpinan pesantrennya adalah KH. Helmy Abdul Mubin, Lc. (penggagas sekaligus pendiri). Beliau adalah seorang ulama yang berasal dari kepulauan Madura Jawa Timur. Alumni Pesantren Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur dan beliau meraih gelar sarjananya dari University of Medina, Saudi Arabia.